sebab aku tidak bisa menyelamatkanmu
Di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, kerinduan melebur di antara pelukan-pelukan hangat. Air mata di antara tawa. Ujung dari penantian. Dulu, seandainya aku disini saat kamu pulang, apakah kita akan tetap menjadi kita? Atau hal itu hanya menjadi bonus perpisahan yang tertunda?
Sepertinya akan sama saja, ya. Kita akan tetap hilang. Karena toh, pada akhirnya keadaan menjadi jurang yang sangat mematikan. Tidak bisa dipaksa jalan, sebab bila dipaksa kita akan mati bersama.
Ini mengingatkanku dengan kalimat yang ditulis oleh penulis yang hampir setiap hari kudengar suaranya, yakni manusia memang suka menyelamatkan rasa sakitnya sendiri. Kamu juga setuju, bukan, dengan kalimat itu? Kamu memilih beranjak dari tempatmu karena keadaan membuatmu sakit.
Sedangkan aku — tidak ada yang bisa kulakukan selain membiarkanmu pergi; karena keadaan juga membuatku tidak berdaya untuk menyelamatkanmu. Jadi, lebih baik memang kamu pergi, untuk menyelamatkan dirimu sendiri dari kekejaman hidup, sebab aku tidak bisa menyelamatkanmu.
Memang, lebih baik kita hapuskan kata kita diantara aku dan kamu. Karena terkadang, perpisahan merupakan jalan buruk terbaik untuk membawa kita keluar dari masalah yang semakin hari semakin menggigit saja. Walaupun mungkin, banyak yang tidak setuju akan hal itu.
Siapa pula manusia di bumi ini yang menginginkan perpisahan? Rasanya tidak ada, ya.
Jika bisa menentukan, aku pun tidak menginginkan perpisahan ada di dalam kehidupan ini. Tetapi mau bagaimana lagi? Hidup bukan hanya tentang apa yang aku mau. Dan, yeah.. untuk kasusku denganmu, selesai sepertinya menjadi pilihan yang tidak buruk.
Aku tahu, kamu menanggung luka yang sama denganku. Bukan bermaksud ge-er, tetapi sorot matamu mengatakan demikian. Di setiap perpisahan, agaknya kedua insan mengalami luka yang sama, bukan?
Hanya saja, biasanya yang ditinggalkan lebih terlihat warnanya.
Ohiya, apakah kamu mengambil keputusan ini setelah kamu renungkan matang-matang saat lampu lalu lintas di perempatan Ragunan menyala merah? Semoga saja tidak, ya, karena sangat berbahaya memikirkan banyak hal saat berkendara. Bisa-bisa, kamu akan langsung diklakson oleh pengendara di belakangmu jika kamu merenung hingga lampu lalu lintas itu berubah hijau.
Tapi apa kau tahu, caramu meninggalkanku, lagi-lagi sangat kejam. Sepihak. Tidak ada kompromi apa pun untuk aku mengemukakan alasanku. Mungkin kamu akan sangat marah jika aku bilang kamu adalah manusia paling jahat yang pernah kutemui. Tetapi tenang saja, aku tidak akan bilang demikian karena aku sadar,
bahwa disini, penjahatnya adalah aku.
Aku yang jahat; bukan kamu. Bukan bermaksud membelamu, tetapi kenyataannya memang seperti itu. Aku yang jahat — dan aku pantas menerima penghakiman ini. Jelas aku yang jahat, karena telah membiarkan diri sendiri terbakar dalam kobaran api yang menyala-nyala.