pada akhirnya rasa insecure itu kalah telak.

whilerainfalls
4 min readFeb 26, 2023

--

pinterest

Aku pernah mengalami masa, di mana aku sangat membenci diriku sendiri. Itu semua karena aku nggak merasa cantik dan nggak bisa bikin orang suka sama aku — lawan jenis, sih, terutama. Puncak masalah ini kemudian terjadi ketika aku benar-benar nggak menginginkan aku. Ketika aku benar-benar ingin menghilang saja dari bumi. Toh, nggak akan ada yang peduli juga dengan ketiadaanku yang tiba-tiba.

Aku memiliki kulit wajah yang tidak mulus. Banyak jerawat di sana. Satu menghilang, satu muncul. Satu muncul, maka akan lebih banyak lagi jerawat yang turut muncul menghiasi wajahku yang tidak seberapa ini. Bibirku pun hitam, faktor genetik. Sudah hitam, tebal pula. Aku pernah berusaha mati-matian membuatnya supaya terlihat lebih cerah, namun nihil. Yang kudapat malah sariawan. Selain itu, jidatku lebar, sering menjadi olok-olok saat aku duduk di sekolah dasar. Begitu pula daguku yang katanya terlalu maju. Aku sempat berpikir, apakah ketika menciptakanku, Tuhan tengah mengantuk?

Selain yang sudah banyak kusebutkan, satu masalah terbesar yang membuatku semakin tidak percaya diri dan semakin membuat kata cantik bersembunyi di balik ilalang adalah fakta bahwa berat badanku berada di bawah berat badan rata-rata orang normal seumuranku. Ya, aku kurus. Sangat.

Aku sudah mengikuti semua saran yang diberikan oleh dokter, mulai dari minum susu, madu, menambah porsi makan, hasilnya tidak ada. Sama seperti ketika aku ingin membuat bibir gelapku tampak cerah. Tidak ada hasil yang nampak. Yang terjadi kemudian adalah, aku terperosok ke dalam lubang bernama insecurity. Aku takut dengan cermin, takut bertemu dengan orang lain, takut untuk sekadar membuka mata dan menyaksikan orang tertawa karena tubuhku. Takut mendengar ejekan yang akan membuatku jatuh semakin jauh.

Terlalu banyak ketakutan pada saat itu. Yang paling mengerikan adalah, tidak ada orang yang meraih tanganku. Benar-benar tidak ada, karena mereka semua setuju bahwa aku tidak cantik dan tidak pantas mendapatkan kasih sayang yang tulus. Aku ditinggalkan. Sendirian dalam dekapan insecurity.

Di tengah kesedihan yang entah di mana ujungnya itu, setitik cahaya mulai terlihat di ujung sana. Cahayanya sangat samar, namun aku yakin ada jalan keluar di depan.

Cahaya itu berasal dari orang-orang yang hingga hari ini, tahu aku hidup aja enggak. Orang-orang yang dengan tulus membagikan cahayanya melalui karya yang mereka buat dengan hati. Oleh karena itu, karya-karya itu sampai pula pada hatiku yang kukira sudah mati. Perlahan, aku pun mulai mengerti bahwa,

gimana orang lain mau suka sama aku, kalau aku aja benci sama diriku sendiri?

Nggak ada gunanya mencari perhatian dan pengakuan orang lain, karena itu nggak akan pernah cukup. Pandangan orang lain terhadap diri kita, pasti akan selalu ada kurangnya, sebaik apa pun kita berusaha untuk menampilkan yang terbaik. Untuk apa aku terlalu keras berusaha untuk mencari pengakuan orang lain, jika pada akhirnya, cepat atau lambat aku akan berpisah dengan orang-orang itu, sedangkan diriku sendiri, yang telah lama kuabaikan, akan selamanya membersamai.

Dalam gelap dan sesaknya insecurity, aku menemukan diriku. Terikat kuat oleh standar-standar yang terasa sangat tidak masuk akal.

Dengan sisa energi yang masih kumiliki, kurengkuh diriku. Kulepaskan ikatan-ikatan menyakitkan itu satu-satu. Tidak apa-apa, begini saja sudah cukup. Aku berkata pada diriku sendiri. Saat itu pula aku mengerti, bahwa insecure itu hadir bukan karena orang lain, tapi karena aku mengizinkannya untuk hadir.

Hingga kemudian, aku berani menatap cermin yang menampakkan diriku dengan kulit tidak mulus, bibir hitam, jidat lebar dan tubuh yang kurus itu. Aku harus berani melawan ketakutan yang sudah lama bersarang dalam kepalaku, supaya perasaan menakutkan bernama insecurity juga turut lenyap dari sana. Dengan keberanian yang hanya sedikit, aku menatap lekat-lekat aku, mulai kuterima segala kekurangan yang aku miliki dengan penerimaan yang paling baik. Penerimaan itulah yang pada akhirnya membuat rasa insecure itu kalah telak.

pinterest

Kini, aku percaya; aku cantik, walaupun banyak yang mengatakan tidak, tapi aku sudah tidak lagi peduli. Toh, orang-orang itu hanya pintar mengomentari tanpa memberikan andil yang lebih berguna, bukan? Jadi, aku hanya perlu mengabaikannya. Menutup telingaku rapat-rapat dari ucapan-ucapan tidak mengenakan itu. Tidak perlu mempercayainya, karena tidak ada yang lebih memahami diri sendiri selain diri sendiri.

Mengikuti standar kecantikan ala orang-orang di luaran sana itu akan sangat melelahkan. Itu akan membuat aku, kamu, dan banyak wanita lain di bumi justru akan kehilangan makna cantik itu sendiri. Memang, perlu aku akui,

privilege memang ada untuk para peraih predikat cantik sesuai standar yang berlaku.

Tapi, apa gunanya privilege dari orang lain jika kita bisa memberikan privilege kepada diri sendiri?

Perlakukan diri sendiri dengan baik tanpa membandingkan diri sendiri dengan orang lain, maka kecantikan itu akan turut tumbuh dan terus tumbuh dalam diri yang sudah menyayangi diri sendiri lebih dari apa pun. Karena, kau tahu, ini memang sangat klise dan cenderung banyak yang nggak percaya, tapi sebenarnya ini adalah sebuah fakta kalau kita bisa memaknai kecantikan dengan makna yang lebih luas.

Aku, kamu, dan jutaan wanita di bumi ini pada dasarnya memang sudah cantik.

Trust Yourself, okay? Percayalah, kalau kamu merasa nggak ada yang percaya kamu cantik, aku di sini percaya dengan kecantikan yang kamu miliki.

Tulisan ini terinspirasi dari podcast Rintik Sedu episode Insecure adalah Hak Semua Manusia.

--

--

whilerainfalls
whilerainfalls

No responses yet